Gaya Komunikasi Menyimpang

Dear Member parents club

Artikel yang sangat luar biasa ini saya share dari note nya mas Hendry
Risjawan...

Thanks mas hend utk note nya...

=================================

GAYA KOMUNIKASI MENYIMPANG

Elly Risman, Psi., dari Yayasan Kita dan Buah Hati, menyatakan ada 12
gaya komunikasi yang populer dilakukan orang tua. Walau disebut populer
tapi belum tentu gaya komunikasi tersebut benar. Elly malah menyebutnya
sebagai GKM alias gaya komunikasi menyimpang. Ia memberi contoh kasus,
seorang ibu yang melarang anaknya bermain di ruang tamu karena baru
membeli guci yang harganya "selangit". "Coba, ya Kakak sama Adik jangan
main-main di situ. Tahu enggak, guci Mama itu baru. Harganya mahal
banget. Nanti kalau kesenggol kan bisa pecah. Sana, mainnya di tempat
lain. "

Namun, namanya anak-anak, maklum saja kalau mereka tetap bermain di
situ. Sampai tiba-tiba si Kakak terdengar menangis keras. Si ibu pun
berlari tergopoh-gopoh. Ia menghela napas lega kala gucinya masih
aman-aman saja di tempatnya. Namun, ia terperanjat saat kaki anaknya
terluka karena terjatuh. Lalu mulailah sang ibu mengeluarkan 12 GKM
tadi, yaitu:

1. "Tuh, kan tadi Mama bilang juga apa. Enggak denger, sih!" (Menyalahkan)

2. "Sudah, diam, jangan nangis!" (Memerintah)

3. "Katanya jagoan tapi kok nangis." (Mengeritik)

4. "Benar, kan. Ini akibat kamu enggak mendengarkan mama. Lain kali
kalau Mama bilang, nurut ya." (Menasehati)

5. "Nakal, sih, enggak bisa diam." (Melabel/Mencap)

6. "Coba sini Mama lihat lukanya. Ah, kayak begini aja masa sakit."
(Meremehkan)

7. "Adik aja waktu lukanya menganga enggak sampai nangis begitu."
(Membandingkan)

8. "Ya, sudah, besok pasti sembuh." (padahal umumnya 3 hari baru sembuh)
(Membohongi)

9. "Sudahlah, jangan dirasa-rasain. Nonton TV atau baca buku sajalah
sana." (Menghibur)

10. "Awas, ya kalau lain kali Mama bilang enggak nurut." (Mengancam)

11. "Coba pikir, kenapa sampai terjatuh? Kan kamu enggak dengerin Mama?
Kamu dorong-dorongan sama adik?" (Menganalisa), sambil terus mencecar
kesalahan anak.

12. "Lain kali main dorong-dorongan lagi saja. Kan enak...!" (menyindir)


DAMPAK GKM

Padahal jika 12 GKM tadi terus-menerus dilakukan, menurut Elly, tak
sedikit dampak yang diakibatkan. Di antaranya kepercayaan diri anak bisa
hilang, anak merasa tidak punya harga diri, perasaan anak selalu
tertekan, emosinya tak tersalurkan, dan komunikasi antara anak dan orang
tua sesungguhnya tak pernah berjalan. Jelas saja jika akhirnya anak
akhirnya frustrasi terhadap orang tua. Bahkan beberapa kasus salah
komunikasi seperti itu, bisa berakibat fatal karena anak memutuskan
menghabisi dirinya sendiri, seperti yang kini banyak terjadi.

Elly melanjutkan, 12 GKM tak hanya akan
berdampak pada sisi kejiwaan anak, tapi juga akan mempengaruhi
perkembangan otaknya. Menurutnya, komunikasi-komunikasi menyimpang tadi,
yang berlangsung terus-menerus akan mengganggu sirkuit otak anak.
Pasalnya, anak yang selalu dalam keadaan terancam tidak akan pernah bisa
berpikir panjang apalagi belajar memecahkan masalah yang dihadapinya.
Ini berkaitan dengan bagian otak yang bernama korteks yang merupakan
pusat logika. Berarti di korteks inilah pusat kemampuan berpikir,
kemampuan menganalisa, kemampuan memecahkan masalah hingga kemampuan
mengambil keputusan.

Namun, korteks hanya dapat "dijalankan" kalau emosi anak dalam keadaan
tenang. Bila tidak, atau saat anak dalam keadaan tertekan karena kerap
dimarahi, tidak disayang, merasa tidak dibutuhkan, maka segala stimulus
yang masuk hanya sampai di batang otak saja. Kalau sudah begitu, cara
berpikir anak tak berbeda dengan cara berpikir binatang yang hanya
menggunakan instink. Ya, seperti dikatakan tadi anak jadi tidak bisa
berpikir panjang. "Tak heran kalau ada anak yang tidak dibelikan duren
oleh orang tuanya lantas bunuh diri karena dia tidak bisa berpikir
panjang," tambah Elly.

Oleh karena itu, dalam berkomunikasi dengan anak, orang tua harus
memperhatikan pula cara sirkuit otak bekerja. Apa pun kondisi orang tua,
apakah sedang capek, letih lesu, sakit, tetaplah berusaha menjaga
komunikasi yang tidak menyimpang dengan anak.

Dalam contoh kasus tadi, saat orang tua tahu anaknya terjatuh padahal
sudah dilarang bermain di tempat itu, yang pertama mesti dilakukan
adalah kendalikan diri jangan langsung bereaksi. Ini juga berlaku pada
semua kasus.

Jika orang tua bisa mengendalikan diri berarti dia juga bisa
mengendalikan emosinya sehingga otaknya memiliki waktu untuk berpikir,
apakah perkataan yang dikeluarkan akan menyakitkan anak atau tidak.
Dengan emosi yang terkendali sangat mungkin orang tua akan berkata,
"Jatuh ya sayang. Sini Mama obatin. Lain kali enggak usah main
dorong-dorongan lagi ya!"


Salam Penuh Cinta

Irma Sustika

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes