8 Kejanggalan Lumpur Lapindo

From: "WALHI KALBAR" <walhi@ptk.centrin.net.id>

------------------------------------------------------

Minggu, 24 Februari 2008
Hasil Kajian Komnas HAM

Sumber :
http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=152459

Jakarta,-  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan delapan
kejanggalan di balik peristiwa semburan lumpur Lapindo yang menyebabkan
ribuan warga telantar itu. Lembaga negara tersebut akan membentuk tim khusus
untuk mendalami hasil kajiannya yang penuh dengan keganjilan.

Hasil pemantauan Komnas HAM sangat berbeda dengan hasil TP2LS (Tim Pemantau
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) DPR. Bila TP2LS menyebut sebagai fenomena
alam, Komnas HAM justru melihat ada beberapa persoalan dan keganjilan yang
menyebabkan semburan lumpur hampir dua tahun itu.

"Status (fenomena alam) tidak membuat kasus ini selesai. Tim menemukan
kejanggalan-kejanggalan yang harus diungkap untuk kepentingan melindungi
hak-hak masyarakat yang menjadi korban,'' kata Ketua Tim Pemantau Kasus
Lapindo Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue di Jakarta kemarin (23/2).

Hal-hal janggal tersebut telah terjadi sebelum muncul semburan pada 29 Mei
2006. Penetapan lokasi eksplorasi sumur Banjarpanji, misalnya, dinilai tidak
sesuai dengan apa yang ada dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sidoarjo.


Berdasarkan RTRW, kawasan tersebut diproyeksikan sebagai kawasan budi daya.
Peruntukkannya adalah perumahan, pertanian, dan pabrik. "Mengapa kemudian
ada konversi menjadi kawasan eksplorasi migas?" kata Syafruddin penuh tanya.


Selain itu, lanjut dia, sejak perubahan fungsi kawasan tersebut, telah
terjadi pelanggaran hak atas informasi terhadap warga. Sebab, tidak ada
informasi yang diberikan kepada warga berkaitan dengan adanya sumur-sumur
gas tersebut.

Kejanggalan berlanjut setelah muncul semburan lumpur. Menurut Syafruddin,
Komnas HAM melihat tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk menurunkan
risiko. Salah satu di antaranya terindikasi dari tidak diungkapnya data
teknis, seperti laporan harian pengeboran. "Kami juga menemukan penanganan
yang terlambat hingga beberapa bulan. Padahal, teknologi itu ada dan hingga
sekarang belum dipakai," kata mantan direktur Walhi Jatim itu.

Syafruddin menyesalkan mobilisasi ribuan tentara dengan senjata lengkap yang
diterjunkan di sekitar lokasi semburan. Dia meminta ada klarifikasi dari
pihak berwenang atas keputusan tersebut. ''Sejauh ini tidak ada informasi
tujuannya untuk apa," ujarnya.

Hingga kini, pemerintah belum memberikan jawaban tentang masalah itu. Begitu
juga, DPR yang belum melihat masalah tersebut sebagai hal yang harus
dikritisi. DPR sudah menurunkan tim pemantau. Namun, dalam sidang paripurna,
hasil tim pemantau justru membuat pecah para wakil rakyat itu. Sebagai
setuju atas rekomendasi sebagai fenomena alam, yang lain ingin interpelasi.
Dalam rapat konsultasi antara DPR dan pimpinan fraksi pada Jumat (22/02),
diputuskan untuk memperpanjang masa kerja TP2LS.

Komnas HAM, kata Syafruddin, tak terpengaruh oleh putusan DPR yang
memperpanjang masa kerja TP2LS. Komnas akan memusatkan perhatian terhadap
sejumlah kejanggalan yang berimplikasi pada terganggunya hak-hak kehidupan
masyarakat setempat.

Hal lain yang akan diselidiki Komnas HAM adalah dibiarkannya pipa Pertamina
di utara pusat semburan. Pipa yang berada di bawah luberan lumpur tersebut
akhirnya meledak dan menewaskan 12 orang. Selain itu, kata Syafruddin,
pihaknya memandang Perpres 14/2007 lebih menguntungkan Lapindo, yakni dengan
menghilangkan kewajiban membayar ganti rugi dan memberi hak untuk membeli
tanah. Komnas HAM meminta ada peraturan lain yang lebih menjamin terpenuhi
dan terpulihkannya hak korban lumpur.

Komnas yang diketuai Ifdhal Kasim itu juga memandang, kelanjutan proses
hukum yang melibatkan Lapindo, baik secara pidana maupun perdata, sebagai
sesuatu hal yang misterius. Secara pidana, melalui Kepolisian Daerah Jatim,
perkara tersebut terkesan lamban. "Itu sangat menyakiti perasaan para
korban," kata Syafruddin yang mantan wartawan itu. Namun, Kapolda Jatim
Irjen Pol Herman Sumawiredja kepada wartawan menegaskan bahwa pihaknya tetap
terus mengusut kasus semburan lumpur yang diduga karena kelalaian pihak
Lapindo.

Demikian halnya dengan proses secara perdata yang diajukan dua penggugat
berbeda. Pertama, gugatan yang diajukan Tim Advokasi Korban Kemanusiaan
Lumpur Lapindo yang diwakili YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia)
yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kedua, gugatan yang
diajukan Walhi dan disidangkan di PN Jakarta Selatan. Semua gugatan tersebut
memunculkan pihak Lapindo sebagai pemenang.

Yang terbaru, kata Syafruddin, adalah wacana politik yang menyebutkan bahwa
semburan lumpur Lapindo sebagai fenomena alam. Padahal, sudah ada pendapat
dari pakar yang menyebutkan bahwa semburan tersebut sebagai human error dan
tidak ada yang berkaitan dengan gempa di Jogjakarta pada 27 Mei 2006.
"Pendapat-pendapat pakar itu juga disampaikan di persidangan," katanya.

Tim investigasi akan dibentuk Komnas HAM, kata anggota Subkomisi Mediasi
Komnas HAM itu, dalam Rapat Paripurna Komnas HAM pada 26-27 Februari
mendatang. Selain komisioner Komnas HAM, tim akan melibatkan staf Komnas HAM
dan unsur masyarakat, seperti ahli dan akademisi.

"Tentunya yang memiliki kemampuan investigasi sesuai dengan kebutuhan tim,"
jelasnya. Dia lantas menyebutkan bahwa jumlah anggota tidak lebih dari 15
orang. Masa kerja tim adalah tiga bulan dan dapat diperpanjang hingga tiga
bulan berikutnya.

Meski akan menguak misteri di balik kejanggalan-kejanggalan tersebut,
langkah Komnas HAM tidak untuk memojokkan PT Lapindo Brantas Inc. Namun, itu
lebih kepada upaya pemenuhan HAM. "Bagaimana caranya, hak-hak dasar
masyarakat tidak dicabut negara dan korporasi," kata Syafruddin. Sebagai
lembaga negara, Komnas HAM memiliki internal kontrol terhadap pemerintah.
"Ini yang kami optimalkan," imbuhnya.

Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh menambahkan, Komnas HAM akan memberikan
kewenangan lebih kepada tim investigasi. Di antaranya dengan kewenangan
politik. "Karena kesimpulannya nanti bukan teknis, tapi politik atau
kebijakan," katanya. Selain itu, kewenangan untuk memberikan rekomendasi
projustisia kepada aparat penegak hukum.



Reaksi Lapindo

Menanggapi temuan tersebut, Vice President Lapindo Brantas Inc Yuniwati
Teryana menyatakan, apa yang disampaikan Komnas HAM wajib mendapatkan
pembuktian lebih lengkap. Menurut Yuniawati, Lapindo selama satu tahun lebih
telah melakukan tanggung jawabnya memenuhi apa yang dituntut dalam Perpres
14 Tahun 2007. "Harus dibuktikan," ujar Yuni -sapaan Yuniawati- saat
dihubungi Jawa Pos kemarin malam (23/2).

Terkait peruntukan lokasi yang dianggap sebagai lokasi budi daya, Yuni
menyatakan bahwa Lapindo sejak pendirian sudah mengantongi izin lokasi dan
izin peruntukan. Soal kegiatan pengeboran di wilayah kerja pertambangan
(WKP) Blok Brantas, menurut Yuni, semua itu sudah disetujui Pemerintah.
"Kami tegaskan, semua proses perizinan sudah kami lakukan. Kami tidak
menyalahi prosedur," tutur Yuni.

Dia juga sekaligus menjawab soal tudingan tidak adanya upaya penutupan
semburan secara dini, yang berimbas pada meledaknya pipa Pertamina beberapa
waktu lalu. Menurut Yuni, Komnas HAM patut mencermati sikap masyarakat dan
juga LSM yang berdemo saat Lapindo berkeinginan membuang lumpur di sepanjang
Kali Porong dan juga ke Ngoro, Mojokerto.

"Sejak semburan muncul pada 29 Mei, kami sudah berupaya. Namun, kami tidak
didukung. Malah didemo," ujarnya. Namun, meski kini sudah terpasang, upaya
tersebut boleh dibilang terlambat. Sebab, baru mendapatkan izin setelah
Timnas Lapindo terbentuk. "Yang juga harus diketahui bahwa semburan itu
berada 200 m di luar pengeboran kami. Jadi, sebenarnya tidak ada hubungan
dengan kami," imbuhnya.

Yuni menambahkan, Lapindo Brantas Inc hingga kini telah mengeluarkan biaya
Rp 2,83 triliun demi melakukan kewajiban sebagaimana diwajibkan dalam
Perpres Nomor 14 Tahun 2007. Upaya tersebut seharusnya lebih dicermati bahwa
selama ini Lapindo telah bersikap kooperatif untuk membantu warga terdampak
lumpur Lapindo. " Yang kami lakukan adalah bentuk kepedulian, bukan
kesalahan yang hingga kini belum terbukti secara hukum," ujar Yuni
mengingatkan. (fal/bay)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes